BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan
nasional yang multi dimensi secara pengelolaannya melibatkan segenap
aparat pemerintahan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah bahkan
sampai ditingkat desa. Komponen atau aparat dimaksud hendaknya memiliki
kemampuan yang optimal dalam pelaksanaan tugasnya.
Tepatlah
kiranya jika wilayah desa menjadi sasaran penyelenggaraan aktifitas
pemerintahan dan pembangunan, mengingat pemerintahan desa merupakan
basis pemerintahan terendah dalam struktur pemerintahan Indonesia yang
sangat menentukan bagi berhasilnya ikhtiar dalam Pembangunan nasional
yang menyeluruh.
Mengingat
kompleksnya aspek-aspek atau bidang yang hendak dibangun ditingkat
pemerintahan terendah tersebut, maka salah satu aspek yang terlebih
dahulu perlu dibangun adalah peningkatan kemampuan aparat pemerintah
desa dalam pelaksanaan tugas-tugas administrasi pemerintahan, disamping
memperkuat partisipasi masyarakat dan kelembagaannya serta aspek-aspek
lainnya.
Hal
tersebut sangat penting, karena pemerintah desa beserta aparatnya
adalah sebagai administrator penyelenggara utama aktifitas pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan maupun sebagai pembina ketentraman dan
ketertiban di wilayah kekuasaannya. Karena itu, peranan mereka demikian
penting dan banyak menentukan maju mundurnya suatu unit pemerintahan.
Oleh sebab itu diperlukan aparat desa yang benar-benar mampu dan dapat
bekerjasama dalam pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Keberadaan
aparat desa yang juga diserahi tugas dibidang administrasi, menduduki
posisi yang sangat penting karena sebagai organ pemerintahan yang paling
bawah mengetahui sacara pasti segala kondisi dan permasalahan yang ada
di wilayahnya, maka input pada pemerintah kecamatan yang menyangkut
berbagai keterangan dan informasi sangatlah dibutuhkan dalam pengambilan
kebijaksanaan daerah maupun nasional untuk kebutuhan pembangunan secara
menyeluruh.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, Suryaningrat (1992:108) mengemukakan bahwa
“Desa sebagai bahan keterangan dan sumber data dan bahan keterangan
yang diperoleh dari desa seringkali digunakan untuk rencana daerah oleh
karena itu data buatan atau data keterangan harus dihindarkan karena
dapat menggagalkan tujuan Negara”.
Dengan
demikian aparat desa dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, terutama
yang berbuhungan dengan penyajian data dan informasi yang dibutuhkan,
semakin dituntut adanya kerja keras dan kemampuan yang optimal guna
memperlancar pelaksanaan tugas pemerintahan.
Berangkat
dari pemikiran tersebut, dikaitkan dengan kondisi rill sementara Aparat
Desa Watusa, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe sebagai tempat
penelitian yang direncanakan ini, menurut pengamatan awal penulis,
menunjukkan bahwa kemampuan aparat Desa Watusa dalam pelaksanaan tugas
terutama dalam menyiapkan bahan dan informasi yang dibutuhkan untuk
kepentingan perencanaan pembangunan, hasilnya masih minim atau belum
terlaksana secara optimal. Hal ini terbukti dari pelaksanaan tugas-tugas
administrasi yang tidak terlaksana dengan baik dan konsisten sesuai
ketentuan, baik administrasi umum, administrasi penduduk, maupun
administrasi keuangan.
Belum
tersedianya informasi atau pencatatan administrasir secara baik
sebagaimana tersebut diatas, maka hal itu terjadi karena adanya pengaruh
berbagai faktor, antara lain terutama faktor kemampuan sumber daya
aparat desa sebagai penyelenggara yang belum optimal. Dalam konteks
penyelenggaraan pemerintahan desa yang terpenting adalah bagaimana
pemerintahan desa mampu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, mampu
memberikan pelayanan kepada masyarakat desa, dan mampu meningkatkan daya
saing desanya. Hal tersebut hanya mungkin terwujud apabila urusan yang
menjadi kewenangan desa dapat terlaksana dengan baik. Tidak dapat
dipungkiri, bahwa dalam implementasinya terdapat berbagai permasalahan
yang langsung maupun tidak langsung menghambat pelaksanaan urusan-urusan
pemerintahan tersebut.
Kapasitas
yang masih rendah merupakan bagian dari permasalahan yang ditunjukkan
di lapangan. Diantaranya masih belum optimalnya aspek kelembagaan,
sumberdaya manusia, maupun manajemen pemerintahan desa. Pada tahun 2008
Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, telah melaksanakan Kajian
Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa, kajian ini telah menghasilkan
cetak biru (blueprint) yang memuat strategi-strategi penyelesaian
masalah (problem solving) penyelenggaraan pemerintahan desa dan menyusun
modul-modul peningkatan kapasitas pemerintahan desa. Lebih lanjut
modul-modul tersebut merupakan hasil identifikasi aspek kapasitas yang
perlu ditingkatkan yaitu Perencanaan & Penganggaran Desa, Keuangan
Desa, Penyusunan Kebijakan Desa, Kepemimpinan Kepala Desa dan Manajemen
Pelayanan Desa.
Sehubungan
dengan hal tersebut diatas, menurut penulis tertarik untuk mengkaji
lebih mendalam. Oleh karena itulah penulis mengajukan judul proposal
penelitian “Upaya
Peningkatan Kemampuan Aparat Desa dalam Pelaksanaan Tugas Administrasi
Pemerintah di Desa Watusa Kec. Puriala, Kabupaten Konawe.”
1.2 Rumusan Masalah
Saya mengingat
ruang lingkup tugas pemerintahan desa demikian luas dan kompleks, hal
mana menjadi tugas desa dan aparatnya maka dalam kajian ini saya akan
membatasi pada pelaksanaan tugas "Administrasi Pemerintahan dalam Arti
Sempit", seperti yang dikemukakan oleh Widjaya; dan agar penulisan ini lebih terfokus maka masalahnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
upaya peningkatan kemampuan aparat desa dalam pelaksanaan tugas
administrasi pemerintahan di Desa Watusa Kec. Puriala Kab. Konawe ?
2. Faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi upaya peningkatan kemampuan aparat desa dalam
pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan di Desa Watusa
Kec. Puriala Kab. Konawe ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui upaya peningkatan kemampuan aparat desa dalam pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan di Desa Watusa.
b. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan kemampuan
aparat Desa dalam pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan di Desa
Watusa.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan sebagai :
1. Bahan
informasi dan kontribusi pemikiran kepada pemerintah Desa Watusa dan
masyarakat serta kepada semua pihak yang berkepentingan dalam upaya
meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas administrasi desa dan terutama
tugas dibidang pencatatan register yang terpenting bagi kebutuhan
pembangunan.
2. Bahan perbandingan
dan informasi awal bagi peneliti lain yang hendak mengkaji secara
mendalam tentang pelaksanaan tugas-tugas administrasi desa pada umumnya
dan register desa pada khususnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kemampuan Aparat Desa
Istilah "kemampuan" mempunyai banyak makna, Jhonson dalam (Cece Wijaya,1991:3)
berpendapat bahwa "kemampuan adalah perilaku yang rasional untuk
mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang diharapkan".
Sementara itu, menurut Kartono (1993:13) bahwa “kemampuan adalah segala
daya, kesanggupan, kekuatan dan keterampilan teknik maupun sosial yang
dianggap melebihi dari anggota biasa.”
Lebih lanjut,
Syarif (1991:8) menyebutkan beberapa jenis kemampuan yang antara lain :
kecerdasan, menganalisis, bijaksana mengambil keputusan,
kepemimpinan/kemasyarakatan dan pengetahuan tentang pekerjaan.
Mengacu
pada pengertian dan jenis kemampuan tersebut di atas, maka dalam suatu
organisasi pemerintahan Desa senantiasa perlu memiliki suatu daya
kesanggupan, keterampilan, pengetahuan terhadap pekerjaan dalam
pengimplementasian tugas-tugas dan fungsi masing-masing aparat Desa.
Kemampuan yang penulis maksudkan adalah kemampuan yang dilihat dari
hasil kerjanya atau kemampuan kerjanya.
Kemampuan
kerja seseorang menurut Tjiptoherianto (1993:36) mengemukakan bahwa
"kemampuan kerja yang rendah adalah akibat dari rendahnya tingkat
pendidikan, dan latihan yang dimiliki serta rendahnya derajat
kesehatan".
Sementara
itu, menurut Steers dalam (Rasyid,1992:6) bahwa "kemampuan aparatur
pemerintah sebenarnya tidak terlepas dari pembicaraan tingkat kematangan
aparatur yang didalamnya menyangkut keterampilan yang diperoleh dari
pendidikan latihan dan pengalaman”.
Berdasarkan
pandangan tersebut jelas bahwa kemampuan seseorang, dalam hal ini
aparat desa dapat dilihat dari tingkat pendidikan aparat, jenis latihan
yang pernah diikuti dan pengalaman yang dimilikinya. Secara konsepsional
hal ini diperkuat dari pandangan Steers tersebut sebelumnya bahwa untuk
mengidentifikasi apakah Kegiatan dalam organisasi dapat mencapai
tujuannya salah satunya yang harus mendapat perhatian adalah orang-orang
yang ada dalam urganisasi tersebut.
Selanjutnya
Steers berpendapat bahwa pada kenyataannya anggota organisasi yang
merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang paling penting dalam
pencapaian tujuan organisasi disebabkan orang-orang itulah yang
menggerakkan roda organisasi.
Anggota
organisasi yang dimaksud adalah aparat desa yang merupakan faktor yang
paling menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya.
Pemerintah
Desa memiliki peran signifikan dalam pengelolaan proses sosial di dalam
masyarakat. Tugas utama yang harus diemban pemerintah desa adalah
bagaimana menciptakan kehidupan demokratik,
memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya
pada kehidupan yang sejahtera, rasa tenteram dan berkeadilan. Guna
mewujudkan tugas tersebut, pemerintah desa dituntut untuk melakukan
perubahan, baik dari segi kepemimpinan, kinerja birokrasi yang
berorientasi pada pelayanan yang berkualitas dan bermakna, sehingga
kinerja pemerintah desa benar-benar makin mengarah pada praktek good local governance, bukannya bad governance.
Peluang untuk menciptakan pemerintahan desa yang berorientasi pada good local governance
sebenarnya dalam konteks transisi demokrasi seperti yang dialami oleh
bangsa Indonesia sekarang terbuka cukup lebar. Hal ini setidaknya
didukung oleh kondisi sosial pasca otoritarianisme Orde Baru yang
melahirkan liberalisasi politik yang memungkinkan seluruh elemen
masyarakat di desa secara bebas mengekspresikan gagasan-gagasan
politiknya. Begitu pula dukungan pemerintahan transisi pasca Orde Baru
dengan membuat regulasi melalui UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian
disempurnakan oleh UU No.32 Tahun 2004 yang sedikit lebih maju
dibandingkan dengan regulasi sebelumnya di masa Orde Baru yang syarat
dengan penyeragaman dan pengekangan sosial.
Meskipun
demikian, adanya perubahan sosial-politik dalam masa transisi demokrasi
ini tidak dengan serta merta dapat merubah dalam sekejap wacana dan
kinerja pemerintahan desa ke dalam visi demokratisasi dan good local governance.
Sekalipun strukturnya mengalami perubahan, dimana saat ini pemerintahan
desa tidak lagi bercorak korporatis dan sentralistik pada kepemimpinan
Kepala Desa, akan tetapi kultur dan tradisi paternalistik yang
memposisikan Kepala Desa sebagai orang kuat dan berpengaruh masih begitu
melekat dengan kuat. Realitas ini memang tidak dapat dilepaskan sebagai
bagian dari proses konstruksi sosial yang begitu mendalam sehingga
membuat daya kognitif warga desa seringkali terasa kesulitan dalam
membuat terobosan-terobosan baru yang sejalan dengan semangat perubahan
ketika berbenturan dengan kebijakan seorang Kepala Desa.
Kondisi ini sedikit banyak juga dipengaruhi pula oleh lemahnya human resources
di desa yang populasinya relatif kecil dan sangat terbatas. Sebab itu
guna mendobrak kebekuan atau stagnasi sosial ini diperlukan terobosan
dari kekuatan luar untuk bermitra atau saling bekerja sama dengan
aktor-aktor dan lembaga-lembaga potensial di desa dalam melakukan
perubahan sosial menuju ke arah situasi yang lebih baik dibandingkan
dengan sebelumnya.
2.2 Konsep Administrasi Pemerintahan Desa
Sebelum
menjelaskan konsep/pengertian administrasi pemerintahan terlebih dahulu
perlu dijelaskan konsep "administrasi dan pemerintahan".
Menurut
Siagian (1991:2) "Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan
dari keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada
umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dewasa
ini, peranan Pemerintah Desa sebagai struktur perantara, yakni sebagai
penghubung antara masyarakat desa dengan pemerintah dan masyarakat di
luar desa tetap dipertahankan, bahkan ditambah dengan peranan lainnya
yaitu sebagai agen pembaharuan. Desa atau dengan nama lainnya yang
sejenis menurut konstitusi memperoleh perhatian istimewa. Berbagai
bentuk perubahan sosial yang terencana dengan nama pembangunan guna
meningkatkan harkat dan martabat masyarakat desa diperkenalkan dan
dijalankan melalui Pemerintah Desa.
Pemerintahan
Desa perlu terus dikembangkan sesuai dengan kemajuan masyarakat desa
dan lingkungan sekitarnya. Dengan perkataan lain, perubahan sosial yang
terjadi pada masyarakat desa karena adanya gerakan pembangunan desa
perlu diimbangi pula dengan pengembangan kapasitas Pemerintahan Desanya,
sehingga keinginan mempertahankan posisi tawar menawar dengan pihak
luar desa yang relatif seimbang dapat terus
dipertahankan (Sadu Wasistiono, 2006: 4).
Lebih
lanjut Sadu Wasistiono mengatakan bahwa, tanpa adanya Pemerintahan Desa
yang kuat, Desa dengan masyarakatnya hanya akan menjadi obyek permainan
ekonomi maupun politik dari pihak-pihak luar desa yang relatif lebih
kuat posisinya.
Langkah
kongkrit upaya pengembangan Desa antara lain berupa lahirnya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
merupakan pengganti berbagai peraturan perundangan mengenai pemerintahan
desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 adalah guna memodernisasikan Pemerintahan Desa agar mampu
menjalankan tiga peranan utamanya, yaitu sebagai struktur perantara,
sebagai pelayan masyarakat serta agen pembaharuan.
Sebagai
konsekuensi negara hukum, perubahan format politik dan sistem
pemerintahan harus ditindaklanjuti dengan perubahan peraturan
perundang-undangan di bidang politik dan pemerintahan dengan
dilakukannya perubahan peraturan pelaksanaan yang mengatur Desa.
Uniformitas yang diregulasi oleh UU No. 5 tahun 1979 selama dua dekade,
direformasi melalui UU No. 22 tahun 1999 yang memberikan peluang
kehidupan lebih demokrasi pada tataran struktur pemerintahan paling
depan tersebut. Selanjutnya dengan diterapkannya UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah diharapkan akan semakin menyempurnakan
paradigma penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang
Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa sebagai regulasi yang mengatur
tentang Desa setelah setahun berlakunya UU No. 32 Tahun 2004.
Salah
satu konsekuensi logis dari amanat Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa, terutama aktivitas Pemerintah Desa sebagai pelayan
masyarakat, maka diundangkanlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32
Tahun 2006 Tentang Pedoman Administrasi Desa yang membantu aparat dan
perangkat Pemerintah Desa di dalam proses pencatatan data dan informasi
berbagai urusan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
2.2.1 Pengertian Administrasi
Secara etimologis, administrasi berasal dari bahasa latin ad+ministrare, suatu kata kerja yang berarti melayani, membantu, menunjang, atau memenuhi. Istilah ini berasal dari kata benda administratio dan kata sifat administratifus. Untuk Indonesia yang tepat digunakan istilah administrasi.
Rangkaian
kegiatan yang digolongkan sebagai administrasi mencakup: (1) dilakukan
oleh sekelompok orang (2 orang atau lebih); (2) berlangsung dalam
suatu kerjasama; (3) dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah ditetapkan. Ketiga faktor inilah yang merupakan tanda pengenal
atau ciri khas dari administrasi yang apabila faktor-faktor tersebut
disingkat adalah sekelompok orang, kerjasama, dan tujuan tertentu. Jadi
bisa ditarik kesimpulan bahwa kerjasama adalah rangkaian perbuatan yang
dilakukan bersama-sama secara teratur oleh lebih seorang yang
menimbulkan akibat yang sebenarnya tidak akan terjadi apabila dilakukan
oleh masing-masing seorang diri.
Administrasi
diartikan sebagai suatu proses tata kerja penyelenggaraan atau dengan
perkataan lain sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan secara
teknis.
(www.theceli.com/modules.php?name=Downloads&d_op=getit&lid=23-)
Administrasi adalah segenap rangkaian perbuatan sekelompok orang dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Administrasi adalah proses penyelenggaraan kegiatan
untuk mewujudkan rencana/keputusan yang telah dibuat agar menjadi
kenyataan, dengan cara mengatur kerja dan mengarahkan orang-orang yang
melaksanakannya. (www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/02/035-046.pdf).
Administrasi juga dapat diartikan sebagai :
1. Suatu aktivitas yang terutama bersangkutan dengan cara untuk menyelenggarakan tujuan yang telah ditentukan semula;
2. Suatu proses lazim terdapat dalam segenap usaha bersama, baik usaha berskala besar maupun kecil-kecilan;
3. Suatu proses pengorganisasian dan bimbingan orang-orang agar dapat melaksanakan suatu tujuan khusus;
4. Suatu
proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. (Syafiie, Tanjung, Modeong,
1999:17)
Ada dua
persepektif umum mengenai ruang lingkup dari administrasi. Perspektif
yang pertama adalah perspektif makro yang meliputi proses penentuan
tujuan, alokasi sumber daya, dan koordinasi kegiatan untuk pencapaian
tujuan organisasi. Penekanan dari perspektif ini terutama pada aspek
filosofis tentang apa tujuan dan makna kehidupan, apa tujuan yang kita
inginkan dan bagaimana mencapainya, serta bagaimana seharusnya orang
berperilaku. Perspektif selanjutnya adalah perspektif mikro, yang
menerangkan perilaku administrasi sebagai sikap, pendekatan, persepsi,
dan nilai-nilai yang dianut oleh para administrator. Stephen P. Robbins
(1976) mengatakan bahwa perilaku administrasi dipengaruhi oleh sejarah
organisasi, norma-norma pendidikan, dan pengalaman.
2.2.2 Administrasi Desa
Administrasi
Desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 adalah
keseluruhan proses kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai
penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada Buku Administrasi Desa.
Jenis dan bentuk Administrasi Desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006:
a. Administrasi
Umum adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai kegiatan
Pemerintahan Desa pada Buku Administrasi Umum, terdiri dari:
1. Buku Data Peraturan Desa;
2. Buku Data Keputusan Kepala Desa;
3. Buku Data Inventaris Desa;
4. Buku Data Aparat Pemerintah Desa;
5. Buku Data Tanah Milik Desa/Tanah Kas Desa;
6. Buku Data Tanah di Desa;
7. Buku Agenda; dan
8. Buku Ekspedisi.
b. Administrasi
Penduduk adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai
penduduk dan mutasi penduduk pada Buku Administrasi Penduduk, terdiri
dari:
1. Buku Data Induk Penduduk Desa;
2. Buku Data Mutasi Penduduk Desa;
3. Buku Data Rekapitulasi Jumlah Penduduk Akhir Bulan; dan
4. Buku Data Penduduk Sementara.
c. Administrasi
Keuangan adalah kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai
pengelolaan keuangan desa pada Buku Administrasi Keuangan, terdiri dari:
1. Buku Anggaran Penerimaan;
2. Buku Anggaran Pengeluaran Rutin;
3. Buku Anggaran Pengeluaran Pembangunan;
4. Buku Kas Umum;
5. Buku Kas Pembantu Penerimaan;
6. Buku Kas Pembantu Pengeluaran Rutin; dan
7. Buku Kas Pembantu Pengeluaran Pembangunan.
d. Administrasi Pembangunan
adalah kegiatan pencatatan data dan informasi pembangunan yang akan,
sedang, dan telah dilaksanakan pada Buku Administrasi Pembangunan,
terdiri dari:
1. Buku Rencana Pembangunan;
2. Buku Kegiatan Pembangunan;
3. Buku Inventaris Proyek; dan
4. Buku Kader-Kader Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat.
e. Administrasi
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang disebut dengan BPD adalah
kegiatan pencatatan data dan informasi mengenai BPD, terdiri dari:
1. Buku Data Anggota BPD;
2. Buku Data Keputusan BPD;
3. Buku Data Kegiatan BPD;
4. Buku Agenda BPD; dan
5. Buku Ekspedisi BPD.
Rangkaian
kegiatan yang digolongkan sebagai administrasi mencakup: (1) dilakukan
oleh sekelompok orang (2 orang atau lebih); (2) berlangsung dalam suatu
kerjasama; (3) dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
ditetapkan. Ketiga faktor inilah yang merupakan tanda pengenal atau ciri
khas dari administrasi yang apabila faktor-faktor tersebut disingkat
adalah sekelompok orang, kerjasama, dan tujuan tertentu. Jadi bisa
ditarik kesimpulan bahwa kerjasama adalah rangkaian perbuatan yang
dilakukan bersama-sama secara teratur oleh lebih seorang yang
menimbulkan akibat yang sebenarnya tidak akan terjadi apabila dilakukan
oleh masing-masing seorang diri.
Administrasi
adalah proses penyelenggaraan kegiatan untuk mewujudkan
rencana/keputusan yang telah dibuat agar menjadi kenyataan, dengan cara
mengatur kerja dan mengarahkan orang-orang yang melaksanakannya.
Administrasi juga dapat diartikan sebagai :
1. Suatu aktivitas yang terutama bersangkutan dengan cara untuk menyelenggarakan tujuan yang telah ditentukan semula;
2. Suatu proses lazim terdapat dalam segenap usaha bersama, baik usaha berskala besar maupun kecil-kecilan;
3. Suatu proses pengorganisasian dan bimbingan orang-orang agar dapat melaksanakan suatu tujuan khusus;
4. Suatu
proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. (Syafiie, Tanjung, Modeong,
1999:17).
Berdasarkan
pengertian tersebut dan apabila dikaitkan dengan aktifitas ditingkat
desa, maka berbicara tentang administrasi desa berarti yang dimaksud
dengan "administrasi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
penyelanggara pemerintahan desa untuk mencapai tujuan pemerintahan,
seperti antara lain, baik dalam menggerakkan partisipasi dalam
pembangunan dan terwujudnya demokrasi Pancasila secara nyata guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Mengacu
pada pengertian diatas berarti konsep administrasi terbagi dalam dua
pengertian yaitu administrasi dalam arti sempit dan administrasi dalam
arti luas. Administrasi dalam arti luas berarti segenap proses kegiatan
untuk mencapai tujuan sedangkan administrasi dalam arti sempit adalah
segenap penyelenggaraan kegiatan tulis menulis, Surat menyurat, beserta
penyimpanan, pengurusan masalah-masalah dan segala pencatatannya
dilaksanakan oleh aparat dalam arti pencapaian tujuan (Widjaya,1992:88).
Selanjutnya
konsep/pengertian pemerintah dan pemerintahan dalam kajian sistem
pemerintahan Indonesia, pemerintah dibedakan dengan istilah
pemerintahan. Menurut Saparin (1996:21) untuk membedakan pengertian
kedua konsep tersebut, maka perlu diterangkan secara etimologis, yaitu :
a. Pemerintah adalah kata nama subjek yang berdiri sendiri, contoh Pemerintah Daerah.
b. Pemerintah
adalah kata jadian yang disebabkan karena subjeknya mendapat akhiran
"an" yang artinya pemerintah sebagai subjek melakukan tugas-tugas atau
kegiatan, dimana cara melakukan kegiatan itu disebut pemerintahan.
Ada
dua persepektif umum mengenai ruang lingkup dari administrasi.
Perspektif yang pertama adalah perspektif makro yang meliputi proses
penentuan tujuan, alokasi sumber daya, dan koordinasi kegiatan untuk
pencapaian tujuan organisasi. Penekanan dari perspektif ini terutama
pada aspek filosofis tentang apa tujuan dan makna kehidupan, apa tujuan
yang kita inginkan dan bagaimana mencapainya, serta bagaimana seharusnya
orang berperilaku. Perspektif selanjutnya adalah perspektif mikro, yang
menerangkan perilaku administrasi sebagai sikap, pendekatan, persepsi,
dan nilai-nilai yang dianut oleh para administrator. Stephen P. Robbins
(1976) mengatakan bahwa perilaku administrasi dipengaruhi oleh sejarah
organisasi, norma-norma pendidikan, dan pengalaman.
Dari
uraian diatas nampak istilah pemerintah menunjuk kepada aparat yaitu
para pelaksana pemerintahan, sedang istilah pemerintahan menunjuk pada
aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini berarti
"Pemerintahan" adalah keseluruhan tindakan atau kegiatan aparat
pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
2.3 Tugas dan Fungsi Pemerintah Desa
Mengingat
unit pemerintahan desa adalah bagian integral dari pemerintahan
nasional, maka pembahasan tentang tugas dan fungsi pemerintah desa tidak
terlepas dari tugas dan fungsi pemerintahan nasional seperti yang telah
diuraikan dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 pada pasal 127
tentang tugas pokok Kepala Desa yaitu :
a. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan desa
b. Pemberdayaan masyarakat
c. Pelayanan masyarakat
d. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum
e. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
Menurut Zainun (1990:3-5) terdapat empat kunci pokok tugas dan fungsi administrasi dan manajemen pemerintahan Indonesia yaitu :
(1) Perumusan dan penetapan kebijakan umum,
(2) Kepemimpinan,
(3) Pengawasan,
(4) Koordinasi.
Keempat
fungsi administrasi dan manajemen ini akan diterapkan pada setiap
tingkat pemerintahan yang ada dalam susunan pemerintahan negara Republik
Indonesia. Berdasarkan tugas fungsi pemerintahan tersebut, berarti
pemerintah desa sebagai bagian integral dari pemerintahan nasional juga
menyelenggarakan fungsi-fungsi tersebut meskipun dalam ruang lingkup
yang lebih sempit. Oleh unit pemerintahan desa seperti halnya pemerintah
desa sebagai unit pemerintahan terendah mempunyai 3 fungsi pokok yaitu :
1. Pelayanan kepada masyarakat
2. Fungsi operasional atau manajemen pembangunan,
3. Fungsi ketatausahaan atau registrasi (Sawe,1996:99)
Keseluruhan
tugas dan fungsi administrasi pemerintah desa tersebut, tidak akan
terlaksana dengan baik, manakala tidak ditunjang dari aparatnya dengan
melaksanakan sebaik-baiknya apa yang menjadi tanggung jawab
masing-masing aparat.
Menyadari
betapa pentingnya tugas administrasi pemerintahan desa, maka yang
menjadi keharusan bagi Kepala Desa dan aparatnya adalah berusaha untuk
mengembangkan kecakapan dan keterampilan mengelola organisasi
pemerintahan desa termasuk kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas
dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Selanjutnya menurut Beratha (1992:37) mengemukakan bahwa tugas pemerintah desa termasuk dalam menjalankan administrasi adalah :
a. Tugas bidang pemerintahan
b. Tugas bidang pelayanan Kepala masyarakat.
c. Tugas bidang ketatausahaan.
Untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang tugas-tugas
administrasi pemerintahan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
I. Tugas bidang pemerintahan, meliputi :
1. Registrasi
Registrasi
dilakukan dalam berbagai buku register mengenai berbagai hal dan
peristiwa yang menyangkut kehidupan tindakan masyarakat berdasarkan
laporan yang diperoleh melalui sub pelayanan umum dari masyarakat yang
berkepentingan.
2. Tugas-tugas
umum meliputi : menerima dan melaksanakan instruksi-instruksi dan
petunjuk-petunjuk dari pemerintah kecamatan dan pemerintah kabupaten
mengenai pemerintahan, tugas-tugas teknis, ; ketertiban, kesejahteraan
dan keamanan,
3. Membuat laporan periodik mengenai keadaan dan perubahan penduduk, keamanan serta sosial ekonomi.
4. Melaksanakan hal-hal yang sudah menjadi keputusan ditingkat desa.
5. Melaksanakan kerjasama dengan instansi ditingkat Desa dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan tanah,
II. Tugas bidang pelayanan umum, meliputi
1. Pemberian bermacam-macam izin, seperti izin tempat tinggal, izin meninggalkan desa, izin usaha dan izin pendirian bangunan.
2. Memberikan macam-macam keterangan seperti : bukti diri, keterangan catatan kepolisian dan sebagainya.
III. Tugas bidang ketatausahaan, meliputi :
Dokumentasi data, keadaan wilayah, laporan keuangan dan lain-lain.
Sementara
itu, menurut instruksi Mendagri Nornor 21 Tahun 1992, pada pasal (2)
ditegaskan bahwa "desa mempunyai tugas melakukan penyelenggaraan
pemerintahan pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenagaraan
urusan pemerintahan umum dan urusan pemerintahan daerah dan wilayahnya.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut (pasal 2) Desa mempunyai fungsi (pasal 3), yaitu :
a. Melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan.
b. Melakukan tugas dibidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Melakukan usaha dalam rangka peningkatan partisipasi dan swadaya gotong-royong masyarakat.
d. Melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan Ketentraman dan ketertiban wilayah.
e. Melakukan fungsi-fungsi lain yang dilimpahkan kepada pemerintah.
Pelaksanaan tugas dan fungsi desa tersebut, selanjutnya dijabarkan menjadi tugas dan fungsi masing-msing unsur aparat baik Kepala Desa maupun aparatnya yang terdiri dari : Sekretaris, Kepala-Kepala Urusan, Kepala-Kepala Lingkungan.
2.4 Kerangka Pikir
Steers berpendapat
bahwa pada kenyataannya anggota organisasi yang merupakan faktor yang
mempunyai pengaruh yang paling penting dalam pencapaian tujuan
organisasi disebabkan orang-orang itulah yang menggerakkan roda
organisasi. Oleh karena itu dapat dilihat kerangka pikir sebagai berikut:
Upaya Peningkatan Kemampuan Aparat Desa
|
Pelaksanaan Tugas Administrasi Pemerintahan Desa
| |
1. Keterampilan
2. Pendidikan
3. Pelatihan
4. Pengalaman
Steers dalam (Rasyid,1992:6)
|
1. Pelaksanaan kegiatan Pemerintahan Desa
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Pelayanan masyarakat
4. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 pada pasal 127
|
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan di Desa Watusa Kecamatan Puriala Kabupaten
Konawe. Penentuan lokasi ini antara lain didasarkan atas pertimbangan
bahwa di desa ini penyelengaraan administrasi pemerintahan seperti
pencatatan register, belum terlaksana dengan baik sesuai format dan
ketentuan yang telah ditetapkan. Terkait dengan pertimbangan tersebut
juga karena Desa Watusa merupakan desa yang dekat dengan ibu kota
kecamatan dan seharusnya menyelenggarakan administrasi pemerintahannya
dengan lebih baik, namun kenyataannya tidak demikian.
3.2 Informan Penelitian
Adapun
yang menjadi informan dalam penelitian ini meliputi 1 (satu) orang
Sekretaris Desa, 5 (lima) orang Kepala Urusan dan 3 (tiga) orang Kepala
Dusun, maka kami menetapkan Kepala Desa Watusa sebagai informan kunci (key informan).
3.3 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, baik data primer maupun data sekunder, dipergunakan beberapa teknik :
1. Wawancara, yaitu melakukan tanyajawab langsung dengan para informan, dengan menggunakan pedoman wawancara.
Sumber-sumber data yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah:
1. Kepala Desa Watusa sebagai informan kunci (key informan).
2. Sekretaris Desa.
3. Tiga orang Kepala Urusan dan
4. Para Kepala Dusun
2. Observasi,
yaitu secara langsung mengamati obyek yang menjadi kajian, terutama
mengamati secara langsung masing-masing aparat dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari disamping mengamati cara kerja dan hasil kerja mereka.
3. Kaji Dokumen, yaitu menelaah dokumen-dokumen laporan hasil pelaksanaan tanggung Jawab masing-masing aparat.
3.4 Analisis Data
Analisis
data penelitian merupakan langkah yang sangat kritis dalam melakukan
penelitian yang bersifat ilmiah, karena dari analisis data itulah akan
didapatkan arti dan makna dalam memecahkan masalah-masalah yang akan
diteliti. Data yang terkumpul selama peneliti melakukan penelitian, akan
diklasifikasi, dianalisis dan diinterpretasikan secara mendetail,
teliti dan cermat untuk memperoleh kesimpulan yang lebih obyektif dari
suatu penelitian.
Analisis
data dalam penelitian ini akan dilakukan secara mendalam sebagai upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara
dan informasi lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang
kasus yang diteliti.
3.5 Definisi Operasional
Yang dimaksud dengan upaya peningkatan kemampuan aparat desa dalam penelitian ini adalah upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan administrasi pemerintah dalam
pelaksanaan program pembangunan yang telah dirumuskan oleh pemerintah
desa dan tokoh masyarakat setempat untuk mencapai tujuan keberhasilan
pembangunan Desa Watusa Kecamatan Puriala Kabupaten Konawe.
Kebijakan Desa, strategi utama peningkatan kapasitas dalam kelembagaan meliputi : aspek
keuangan, dan aspek sumberdaya manusia aparatur perangkat desa, aspek
sumberdaya pejabat fungsional widyaiswara yang mampu untuk mengampu
materi Kebijakan Desa. Strategi lain adalah perumusan wewenang yang
jelas antara antar lembaga dalam kebijakan desa. Terprogramnya kegiatan
pelatihan dan sosialisasi berkesinambungan tentang Penyusunan Kebijakan
Desa yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa Kabupaten serta tersusunnya modul-modul yang berkaitan
dengan Perumusan Kebijakan.
Kepemimpinan
Kepala Desa, strategi yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan dalam
penguasaan seni dan teori kepemimpinan, selain itu kemampuan
dalam menyusunan peraturan desa; kemampuan dalam pengambilan keputusan
Kemampuan dalam negosiasi; dan Kemampuan dalam manajemen konflik.
Manajemen
Pelayanan Desa, sebagai strategi untuk meningkatkan kapasitas aparatur
desa dalam bidang pelayanan kepada masyarakat diantaranya adalah perlu
adanya peningkatan kemampuan aparat desa dalam merumuskan
program-program pelayanan. Selain itu peningkatan kemampuan dalam
mengelola pelayanan termasuk pengetahuan teknis administratif
(format-format pelayanan administrasi dsb) dan kemampuan memahami
petunjuk maupun peraturan undang-undang yang mendukung aparatur desa
dalam memberikan pelayanan, selain kemampuan teknis penunjang (mengoperasikan komputer dll).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Keadaan Geografis
a. Keadaan Alam
Desa
Watusa merupakan ibukota Kecamatan Puriala, jarak Desa Watusa kurang
lebih tujuh belas kilometer dari bagian Selatan Ibukota kabupaten, dan
kurang lebih sembilan puluh kilometer dengan Ibukota Propinsi Sulawesi
Tenggara, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Punggaluku
2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sambeani
3) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Punggaluku
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Asolu
Luas wilayah Desa Watusa kurang lebih 63 Km2 dengan rincian penggunaan sebagai berikut :
Perumahan/pemukiman 12 hektar
- Pertanian 33 hektar
Hutan 4 hektar
Perikanan darat 2 hektar
- Daerah tangkapan air 4 hektar
- Rawa 3 hektar
- Padang ilalang 4 hektar
Jenis
tanah di Desa Watusa adalah tanah liat sedikit berkapur serta keadaan
rnedan yang umumnya adalah dataran rendah. Sepanjang kawasan pemukiman
penduduk umumnya adalah hamparan datar yang membentang dari Utara ke
Selatan.
b. Keadaan Ilkhm
Seperti
halnya dalam lain yang ada di wilayah Kecamatan Puriala, Desa Watusa
beriklim tropis, suhu udara relatif dingin karena dipengaruhi oleh angin
darat dan banyaknya pepohonan sebagai pelindung.
Curah
hujan rata-rata 3.000 milimeter per tahun dan biasanya musim hujan
berlangsung pada bulan Januari sampai dengan November. Sedang musim
kemarau berlangG-.jng pada bulan December hingga Pebruari, relatif
singkat dibanding dengan musim hujan.
c. Keadaan penduduk
Menurut
catatan pemerintah Desa Watusa, jumlah penduduk pada akhir Desember
2006 adalah 1.074 jiwa yang terdiri dari 570 jiwa laki-laki dan 504 jiwa
perempuan, Serta 560 rumah tangga yang berarti rata-rata penduduk per
rumah tangga adalah antara 5 – 6 jiwa. Normalnva angka rata-rata
penduduk, per-rumah tangga ini disebabkan karena di Desa Watusa rumah
yang ada berfungsi sebagai rumah tinggal keluarga.
Perincian jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Watusa Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Keadaan Maret Tahun 2007.
Sumber : Kantor Desa Watusa (diolah)
Berdasarkan
tabel 1, proporsi terbesar dari penduduk adalah kelompok usia kerja,
yaitu umur 18 tahun keatas sampai 53 tahun yang secara keseluruhan
berjumlah 642 jiwa atau 59,78 % dari seluruh penduduk.
Penduduk
yang tergolong usia muda, yaitu umur 0 – 17 tahun berjumlah 192 jiwa
atau sekitar 17,88 c/o dari seluruh penduduk, sedangkan yang berusia
lanjut (64 tahup ke atas) sebanyak 62 jiwa atau 5,77 % dari seluruh
penduduk. Pola demikian menunjukkan perlunya perhatian terhadap
fasilitas sosial seperti pendidikan, lapangan kerja, kesehatan dan
transportasi terutama di masa mendatang.
d Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian
Sejalan
dengan kondisi alam dan letak geografisnya sebagai wilayah daratan dan
berada dilingkungan pusat kota kecamatan dan daerah pertanian, maka mata
pencanarian masyarakatnya cukup bervariasi. Secara rinci, keadaan mata
pencaharian penduduk dilihat pada tabel 2
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Watusa menurut Mata Pencaharian, keadaan Maret 2007
Sumber : Kantor Desa Watusa Tahun 2007 (diolah)
Dari
tabel 2 terlihat bahwa yang menempati urutan pertama sebagai sumber
penghidupan masyarakat adalah peternak dan di tempat kedua adalan
pegawai. Hal ini dapat dipahami karena mengingat Desa Watusa termasuk
wilayah transisi Dimana ciri kehidupan masyarakat kota sudah nampak akar
tetapi ciri agrarisnya juga masih tetap menonjol.
Pendapatan
perkapita penduduk pada akhir tahun 2003/2007 menurut data Kantor Desa
Watusa berkisar antara Rp. 200.000 sampai dengan Rp. 300.000 perbulan.
e. Keadaan Pendidikan
Secara
umum terlihat pendidikan di Desa Watusa dapat dinilai sedang. Hal ini
sangat dimungkinkan karena Desa Watusa termasuk wilayah dalam yang dekat
dengan Ibukota Kabupaten yang sudah barang tentu cukup tersedia sarana
dan prasarana pendidikannya, baik di wilayah dalam itu sendiri maupun di
dalam lain yang berdekatan, sehingga memudahkan bagi anak-anak atau
penduduk (usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan pada berbagai
tingkatan yang ada . Adapun data tingkat pendidikan penduduk Desa Watusa
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Watusa Menurut Tingkat Pendidikan, Maret 2007.
Sumber : Kantor Desa Watusa Tahun 2001 (diolah)
Dari
data tabel 3 memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa
Watusa adalah sedang, hal ini terlihat dari persentase yang dominan
yaitu pada jenjang pendidikan SLTP, yaitu sebanyak 29 % dan menyusul
pendidikan SLTA sebanyak 22,16 %. Untuk mengetahui lebih jelas tentang
tingkat pendidikan penduduk Desa Watusa, maka dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Selain
itu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penduduk, khususnya
generasi muda yang berumur 18 - 45 tahun, diselenggarakan atau
diikutkan untuk mengikut berbagai pelatihan jika ada permintaan dari
pemerintah daerah.
f. Keadaan Penduduk Menurut Agama
Penduduk
Desa Watusa hampir seluruhnya adalah pemeluk agama Islam yang taat
menjalankan ibadah khususnya sholat. Adapun pemeluk agama lain di Desa
Watusa ini tidak ada kecuali agama Islam sehingga dari hasil penelitian
dokumen pada Kantor Desa Watusa jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 1074 jiwa atau mencapai 100 %
g. Keadaan Adat-Istiadat
Mengenai
adat istiadat, dewasa ini kurang mengikat lagi atau sudah berada pada
masa transisi khususnya adat istiadat yang menyangkut pergaulan
muda-mudi. Hal ini dimungkinkan tejadi karena heterogenitas penduduk dan
wilayahnya yang termasuk kawasan pusat pemerintahan kecamatan. Dalam
bidang kehidupan lainnya, seperti adat perkawinan pada umumnya masih
mengikat.
2. Perumahan
Di
Desa Watusa terdapat 460 buah rumah yang terdiri atas 367 buah
permanen, 67 buah rumah semi permanen dan 26 buah rumah pagan. Sebagian
besar dari rumah tersebut sudah menggunakan fasilitas penerangan listrik
dari PLN.
3. Keadaan Kesehatan Masyarakat
Umumnya
penyakit yang sering dikeluhkan masyarakat di Desa Watusa adalah
malaria. Hal ini dimungkinkan karena kondisi lingkungan Desa Watusa
umumnya masih dipenuhi semak belukar yang dapat menjadi sarang nyamuk
malaria. Informasi yang dperoleh dalam waktu 3 tahun terakhir angka
penyakit malaria yang dialami penduduk berkisar antara 10 sampai 20
orang pertahun.
4. Keadaan Keamanan
Kondisi
keamanan Desa Watusa dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini termasuk
dalam kategori aman. Jarang terjadi tindakan-tindakan kriminal yang
tidak diinginkan terutama di kalangan pemuda. Seperti perkelahian,
pencurian, perampokan dan tindakan-tindakan lain yang meresahkan
masyarakat. Kondisi ini relatif sepenuhnya telah mendapat perhatian dari
aparat keamanan di samping memadainya sarana dan prasarana pendukung
seperti Pos Kamling maupun jumlah personil. Hal ini merupakan hal yang
meningkatkan rasa aman yang sangat dibutuhkan untuk menunjang
pelaksanaan aktifitas masyarakat di berbagai bidang kehidupan.
B. STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI PEMERINTAH DALAM
Susunan dan struktur organisasi didasarkan pada SK. Bupati No. 279 Tahun 2003 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Dalam.
Struktur
organisasi Pemerintah Desa Watusa, mengacu pada ketentuan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah propinsi dan selanjudnya dijabarkan oleh
pemerintah Kabupaten Kendari. Hingga sekarang ini struktur organisasi
Pemerintah Desa Watusa mengacu pada Perda No. 20 Tahun 2000 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Dalam dan dalam
Operasional Struktur pemerintahan Abuki menganut pola minimal
(terlampir).
Selanjutnya dapat dijelaskan banwa berdasarkan ketentuan tersebut, ditetapkan adanya beberapa fungsi pemerintahan dalam yaitu :
1. Melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan dalam, pelaksanaan pembangunan dan pernbinaan kemasyrakatan;
2. Melakukan tugas di bidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya;
3. Melakukan usaha dalam rangka peningkatan partisipasi dan swadaya gotong-royong masyarakat;
4. Melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan ketentraman dan ketertiban wilayah dan
5. Melakukan fungssi-fungsi lain yang dilimpahkan kepada pemerintah dalam.
Adapun tugas masing-masing unsur pemerintah dalam adalah sebagai berikut :
1. Kepala desa
Kepala
desa mempunyai tugas : melakukan penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan
pemerintahan umum dan urusan pemerintahan daerah di wilayahnya.
2. Sekretaris Dalam
Sekretaris
Dalam mempunyai tugas : membantu Kepala desa di bidang pembinaan
administrasi dan memberikan pelayapan teknis administratif kepada
seluruh perangkat pemerintah dalam.
3. Kepala Urusan Pemerintahan
Kepala Urusan Pemerintahan mempunyai tugas rnembantu Kepala desa dalam pembinaan pemerintahan.
4. Kepala Urusan Pembangunan
Kepala Urusan Pembangunan mempunyai tugas membantu Kepala desa dalam pembinaan pembangunan.
5. Kepala Urusan Umum
Kepala Urusan Umum mempunyai tugas : membantu Kepala desa dalam bidang administrasi dan rumah tangga dalam.
6. Kepala Lingkungan
Kepala
Lingkungan mempunyai tugas : membantu melaksanakan tugas-tugas
operasional Kepala desa dalam wilayah kerjanya, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
1. Keadaan Aparat Desa Watusa
Sampai dengan akhir Desember 2006, jumlah aparat Desa Watusa sebanyak 7 orang yang kesemuanya berstatus pegawai negeri sipil.
Dari
jumlah 7 orang aparat yang berstatus pegawai, terdiri dari 4 orang
golongan III/a, 1 orang golongan III/c dan 2 orang golongan II/b.
2. Keadaan Sarana dan Prasarana
Salah
satu faktor yang dapat mendukung pelaksanaan berbagai kegiatan adalah
tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Sehubungan dengan hal itu
dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa keadaan sarana dan
prasarana kantor Desa Watusa adalah seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 5. Keadaan Sarana dan Prasarana Pemerintahan Desa Watusa, Maret 2007
Sumber : Kantor Desa Watusa
Berdasarkan
data tabel tersebut di atas, nampak menunjukkan bahwa sarana dan
prasarana tersebut dapat dikatakan belum memadai, sebagai pendukung di
dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang semakin
banyak dan kompleks sifatnya, serta tuntunan pelayanan yang lebih cepat
dan akurat.
Sumber : Kantor Desa Watusa
Berdasarkan
Tabel 6 tersebut diatas, menunjukkan bahwa mayoritas (9 orang) aparat
Desa Watusa berpendidikan SMU. Kondisi seperti ini jika dihubungkan
dengan pelaksanaan tugas pemerintahan pada basis terendah dapat dinilai
belum cukup memadai.
3. Mata Pencaharian
Seperti
halnya pada tingkat pendidikan, tingkat mata pencaharian juga merupakan
suatu karakteristik atau faktor yang dapat mendorong seseorang untuk
dapat melaksanakan tugas dengan baik. Artinya bahwa dengan mata
pencahariannya yang cukup memadai dia dapat berusaha untuk mendatangkan
hasil dalam bentuk uang dengan jumlah tertentu dan dengan hasil itu pula
dapat digunakan untuk membiayai sebagian kebutuhan dirinya termasuk
pelaksanaan tugas dibidang pemerintahan yang menjadi tanggung jawabnya.
Hal
tersebut diatas sesuai dengan Undang-Undang dan Perda No. 279/2003
"tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Dalam bahwa aparat desa adalah
Pegawai Negeri Sipil. Demikian pula aparat pemerintahan Desa Watusa
khususnya aparat yang mempunyai fungsi sebagai aparat sekretaris yaitu :
Kepala desa, Sekretaris dan Kepala-kepala urusan, mereka itu adalah Pegawai Negeri sipil.
Adapun
jumlah penghadlan aparat pemerintahan Desa Watusa, khususnya yang
bermata pencaharian Pegawai Negeri Sipil, dapat dilihat pada tabel 7
berikut ini.
Sumber : Kantor Desa Watusa Tahun 2007
Berdasarkan
pada tabel 7 diatas menunjukkan bahwa seharusnya aparat pemerintahan
Desa Watusa dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, mengingat mereka
mempunyai mata pencaharian dan penghasilan yang tetap. Hal mana mata
pencaharian tersebut itu adalah merupakan konsekuensi langsung dari
status Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan ditingkat pemerintahan
dalam.
Selain
itu keberadaan mereka sebagai staf sekretariat, mempunyai tugas pokok
diantaranya mengelola pencatatan register, sementara 5 orang lainnya
yaitu Kepala-kepala lingkungan hanya berfungsi sebagai sumber informasi
untuk pencatatan register.
C. KEMAMPUAN APARAT DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS ADMINISTRASI PEMERINTAH DI DESA WATUSA
Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tugas dan fungsi pemerintah
dalam demikian luas dan kompleks (admiristrasi dalam arti luas) yaitu
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hal ini berarti tugas
perangkat desa juga demikian adanya, karena perangkat desa adalah
merupakan salah satu unsur pemerintahan dalam, oleh karena itu untuk
kepentingan kajian ini dibatasi pada pelaksanaan tugas perangkat desa
dalam arti sempit (ketatausahaan) yang meliputi: surat-menyurat dan
penyimpanannya (kearsipan).
Adapun pelaksanaan tugas dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pencatatan atau Registrasi
Register
adalah suatu aktivitas pemerintahan dengan maksud untuk
mendokumentasikan berbagai peristiwa dan atau kegiatan yang telah
terjadi melalui pencatatan-pencatatan di dalam format yang telah
ditetapkan.
Daftar
register dalam penyelenggaraan pemerintahan pada tingkat dalam hingga
sekarang ini yang digunakan di Desa Watusa adalah berdasarkan pada
Kepmendagri Nomor 414.3/316/PMD/2003, tentang Register Dalam. Dalam
Keputusan tersebut, ditetapkan adanya tiga jenis buku yang terdiri dari
(1). Buku Administrasi Umum, meliputi Buku Kekayaan dan inventaris
dalam, buku tanah, buku keputusan dalam dan buku agenda; (2). Buku
Administrasi Penduduk, meliputi Buku Induk Penduduk dan Buku
Rekapitulasi Penduduk Akhir Bulan (3). Buku Administrasi Keuangan
meliputi Buku Kas Umum dan Buku Kas Pembantu.
Berdasarkan
hasil penelitian (kaji dokumen) menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas
pemerintahan Desa Watusa dalam pencatatan atau pengisian Buku-buku
register tersebut, dapat dinilai "kurang efektif", bahkan cenderung
"tidak efektif”. Hal tersebut terlihat dari sembilan buku register yang
harus diisi oleh perangkat desa, ternyata yang terisi hanya 5 buku,
yaitu : Buku Agenda, Buku Aparat, Buku Keputusan Dalam, Buku Induk
Penduduk dan Buku Kas Pembantu.
Lebih
lanjut dapat dijelaskan bahwa buku yang terisi tersebut, data atau
informasinya tidak akurat dan tidak lengkap. Rincian tentang
ketidaklengkapan pengisian buku-buku tersebut, sebagai berikut
a. Buku Agenda
Buku
Agenda adalah buku tentang pencatatan surat-surat masuk dan keluar.
Dalam penelitian ini tercatat 14 surat masuk dan 8 surat keluar. Dan
penelitian yang dilakukan pada buku agenda terlihat bahwa 10 kolom yang
tersedia pada agenda surat masuk ternyata kolom 5, 6, 7, 10 yaitu : nama
instansi yang mengirim, penanggung jawab pengelola dan kolom keterangan
tidak terisi.
Demikian
pula dengan Agenda Surat Keluar, ternyata 10 kolom yang tersedia yang
terisi hanya 4 kolom sedang yang tidak terisi adalah kolom nama instansi
yang dituju, penanggung jawab pengelola, tanggal pengiriman dan kolom
keterangan.
Berdasarkan
data-data tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa pengisian buku agenda
pada bagian Surat masuk dan Surat keluar, dalam pengisian
kolom-kolomnya tidak terlaksana dengan baik seperti yang diharapkan.
b. Buku Aparat
Buku
Aparat adalah buku tempat pencatatan berbagai informasi tentang keadaan
aparat pemerintah dalam. Dari 11 kolom yang tersedia, ternyata yang
terisi hanya 6 kolom, sedangkan yang tidak terisi sebanyak 5 kolom,
yaitu ; kolom NIP, Tempat dan tanggal lahir, Pangkat/Golongan, Tanggal
Keputusan Pengangkatan dan kolom keterangan.
c. Buku Keputusan Dalam
Buku
Keputusan Dalam adalah buku tempat mencatat data/informasi mengenai,
kebijakan atau keputusan pemerintah dalam, sehubungan dengan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di tingkat dalam.
Dari
12 kolom yang tersedia dalam register tersebut, terisi hanya 6 kolom,
yaitu : Kolom Nomor Urut, Uraian Singkat Keputusan, Keputusan Desa,
Tanggal Rapat, Pimpinan Rapat dan Tanggal Pengesahan. Sedang kolom yang
tidak terisi sebanyak 6 kolom, yaitu : Kolom Peserta Rapat, jabatan,
Jenis Keputusan, Hasil Keputusan setuju atau tidak setuju dan Kolom
Kesimpulan.
d. Buku Induk Penduduk
Buku
Induk Penduduk adalah buku tempat mencatat seluruh penduduk yang
menjadi warga di dalam tersebut, serta berbagai karakteristik yang
melingkupi, setiap individu warga tersebut.
Dari
19 kolom yang tersedia pada daftar register tersebut, yaitu secara
berturut-turut antara lain kolom nomor urut, nama lengkap/panggilan,
jenis kelamin, status perkawinan, tempat dan tanggal lahir, agama,
pendidikan terakhir, pekerjaan, dapat membaca huruf, kewarganrgaraan,
alamat lengkap, kedudukan dalam keluarga, nomor KTP, nomor kartu
keluarga dan kolom keterangan. Ternyata masih banyak kolom, pengisian
yang tidak terisi seperti antara lain status perkawinan, tempat dan
tanggal lahir, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan, nomor KTP dan
nomor Kartu Keluarga.
Selain
dari itu jumlah penduduk yang tercatat dalam buku ini tidak seluruhnya
terdaftar. Hal ini terlihat bahwa dari jumlah penduduk yang ada pada
tahun 2007 sebanyak 3015 jiwa yang tercatat hanya 2920 jiwa.
e. Buku Kas Umum
Buku
Kas Umum adalah buku tempat pencatatan setiap kegiatan penerimaan rutin
dan pembangunan serta pengeluaran dan pembangunan setiap hari. Buku Kas
umum berfungsi untuk mengetahui berapa jumlah penerimaan dan
pengeluaran setiap hari terhadap keadaan uang tunai yang ada pada kas
dalam.
Dalam
buku tersebut terdiri dari 5 kolom pada bagian penerimaan dan 5 kolom
pada bagian pengeluaran. Dari kaji dokumen yang penulis lakukan yang
terisi masing-masing. 5 kolom, yaitu : kolom tanggal penerimaan, uraian
penerimaan, nomor urut kode pos anggaran, jumlah anggaran dan bukti
anggaran begitu juga pada kolom penerimaan yang terisi yaitu :
Pengeluaran Rutin, Kolom Tanggal Pengeluaran, kolom Nomor Urut Kode Pos
Anggaran, Jumlah Anggaran Pengeluaran dan Buku Pengeluaran Anggaran.
2. Pembuatan Pencatatan Monografi Dalam
Pembuatan
dan pencatatan Monografi Dalam merupakan salah satu tugas dari
perangkat desa. Tugas tersebut perlu dilaksanakan dan untuk selanjutnya
ditampilkan dalam ruang kantor dalam. Hal ini penting mengingat papan
monografi tersebut dapat memberikan informasi dan data kepada pihak luar
atau masyarakat umum tentang keadaan Wilayah dengan berbagai
potensinya.
Namun
dari hasil pengamatan penulis menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas
tersebut tidak terealisir secara baik. Hal ini terlihat dari data yang
ditampilkan pada papan monografi yang ada tidak akurat dan aktual lagi.
Hal ini diketahui karena data yang ditampilkan adalah data antara tahun
2002 dan tahun 2003. Selain itu tidak semua kolom-kolom yang tersedia
pada papan monografi tersebut terisi.
3. Penyimpanan Dokumen
Penyimpanan
dokumen-dokumen atau arsip secara baik adalah salah satu tugas
perangkat desa. Dengan penyimpanan arsip yang baik dapat membantu aparat
desa upaya menemukan kembali, jika data itu dibutuhkan untuk suatu
kepentingan. Namun dari kaji dokumen dan pengamatan penulis, ternyata
tugas tersebut tidak dilaksanakan dengan baik. Hal ini terbukti dengan
tidak ditemukannya arsip dan atau register-register yang tidak
dipaparkan sebelumnya pada kantor dalam. Akan tetapi daftar register
dimaksud tersimpan dan atau berserakan di rumah Kepala desa.
Berdasarkan
seluruh uraian sebelumnya, khususnya uraian tentang kondisi rill
pelaksanaan, tugas perangkat desa dalam arti sempit, yang meliputi :
pencatatan register, pembuatan dan pencatatan monografi dalam, dan
penyimpanan dokumen/arsip, diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan tugas
dimaksud dapat dinilai kurang efektif bahkan cenderung tidak efektif.
Hal tersebut terlihat dari tidak akuratnya data dan atau informasi yang
diuraikan dan tidak terealisasinya seluruh tugas dan fungsi yang
diharuskan. Bahkan data-data dan atau informasi yang dipaparkan tidak
"op to date” lagi, karena data/informasi yang berlangsung adalah
data/informasi yang belangsung beberapa tahun sebelumnya yaitu data
antara tahun 2002 hingga tahun 2003.
Lebih
jauh dapat dijelaskan bahwa "tidak efektifnya" pelaksanaan tugas
perangkat desa dimaksud, diketahui melalui aktifitas kearsipan atau
penyimpanan dokumen yang tidak efektif, bahkan cenderung gagal
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Maksudnya adalah bahwa arsip-arsip
surat-menyurat yang harusnya disusun dan tersimpan pada kantor tetapi
hal itu tidak dilakukan. Akan tetapi dokumen/arsip Surat-Surat dimaksud
tidak disimpan rapi (berserakan), sehingga sangat sulit untuk
menemukannya kembali bila dibutuhkan.
Selain
itu, dari pengamatan penulis selama melakukan penelitian terlihat bahwa
aparat atau perangkat desa kurang efektif dalam melaksanakan tugas
sehari-hari, bahkan cenderung tidak efektif ditinjau dari aspek disiplin
waktu. Hal ini terlihat dari kehadiran aparat pada setiap hari kerja
sangat terbatas, bahkan sering tedadi seorang aparat tidak masuk kantcr
selama satu minggu. Bahkan kadangkala pada hari-hari tertentu kantor
tidak terbuka karena aparat tidak ada yang hadir. Akibatnya sering
terjadi pelayanan pada masyarakat dilakukan di rumah aparat, terutama di
rumah Kepala Desa atau Sekretaris Desa.
Keadaan
tersebut, semakin memperjelas, bahwa pelaksanaan tugas pemerintahan
dalam dan atau perangkat desa cenderung semakin tidak efektif, terutama
pelaksanaan tugas-tugas administrasi dalam arti sempit.
D. UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN APARAT DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI DESA WATUSA
1. Pembinaan Disiplin Pegawai.
Upaya
pemberdayaan dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas kerja Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pokoknya
dan fungsi organisasi adalah melalui pembinaan disiplin, hal ini
dimaksudkan agar para pegawai dalam melaksanakan tugas sehari-harinya
senantiasa patuh dan taat pada berbagai ketentuan yang berlaku dan
menunjukan prestasi kerja yang tinggi.
Usaha
untuk meningkatkan kualitas kerja melalui pembinaan disiplin,
diperlukan suatu pedoman atau kerangka yang memuat dengan jelas sistem
metode dan prosedur pembinaan serta tujuan dan sasaran setiap bentuk
pegawai yang bermental baik berdaya guna, berhasil guna dan sadar akan
tanggung jawab dalam melaksanakan dan menjalankan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan.
Adapun
bentuk penerapan disiplin pegawai pada Kantor Desa Watusa adalah
pembinaan disiplin waktu kerja, sebab dengan ketepatan pada jam masuk
kantor sangat erat kaitannya dengan disiplin lainnya. Menurut pengamatan
penulis bahwa penerapan disiplin waktu jam kerja pada dasarnya belum
dilaksanakan dengan baik. Pelanggaran disiplin waktu bagi pegawai Desa
Watusa cenderung sering terjadi.
a. Disiplin Aparat
Faktor
disiplin yang dimaksud dalam uraian ini adalah disiplin ditinjau dari
aspek ketepatan dan kebutuhan setiap aparat terhadap waktu yang telah
ditentukan pada setiap hari kerja. Dari uraian sebelumnya menunjukkan
bahwa umumnya aparat pemerintan Desa Watusa kurang efektif dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya atau dengan kata lain, bahwa
salah satu faktor yang berpengaruh negatif dan dapat menghambat
kemampuan terhadap pelaksanaan tugas-tugas administrasi dalam adalah
ketidakdisiplinnya aparat desa pelaksanaan tugas mereka.
Salah
satu contoh ketidakdisiplinannya perangkat desa adalah masih rendahnya
kehadiran setiap aparat desa mewujudkan kedisiplinan, terutama disiplin
dalam hal ketepatan dan kepatuhan terhadap waktu/jam kerja yang telah
ditetapkan oleh pemerintah kecamatan pada setiap hari kerja.
Hal
ini menandakan bahwa Bari segi disiplin waktu pegawai dalam dan staf
administrasi sering tidak masuk kerja yang sesuai dengan hari kerja
oerbuiannya. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dalam tingkat
kehadiran pegawai dilingkungan Kantor Desa Watusa relatif masih rendah
terutama dalam mentaati aturan yang ada. Hasil wawancara dengan
Sekretaris Desa Watusa mengatakan bahwa rendahnya kehadiran pegawai
dikarenakan kurangnya kesadaran pegawai untuk mentaati aturan yang
berlaku di kantor. Oleh karena pembinaan disiplin pegawai dimaksudkan
untuk meningkatkan kesadaran efisiensi dan efektifitas kerja pegawai
guna mencapai pelaksanaan tugas kantor dan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.
Peran
Kepala Desa yang paling menonjol dalam kegiatan administrasi di dalam
adalah pemberdayaan aparat desa di arahkan untuk menngkatkan prestasi
kerja dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dalam
bidang kerjanya.
Pemberdayaan
aparat sangat diperlukan untuk mengantisipasi perkembangan dalam dunia
kependudukan yang demikian cepat sehingga membutuhkan aparat yang
profesional dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Guna meningkatkan
kemampuan dalam mengantisipasi tugas-tugas di bidang pemerintahan dan
pembangunan yang semakin kompleks maka dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsi Kantor Desa Watusa telah melaksanakan pemberdayaan terhadap
aparatnya yaitu :
1). Pendidikan Dan Pelatihan
Pendidikan
dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk memberdayakan aparat,
terutama untuk meningkatkan kemampuan intelektual dengan kepribadian
manusia. Pendidikan yang dilakukan dalam suatu proses pengembangan
kemampuan bertujuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang
bersangkutan. Sedangkan pelatihan adalah merupakan bagian dari proses
pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan
khusus seseorang.
Pendidikan
dan pelatihan yang diikuti oleh aparat Desa Watusa diharapkan nantinya
mampu mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik yang dibebankan kepadanya
tanpa arahan langsung dari pihak atasannya. Pendidikan dan pelatihan
dapat dipandang sebagai salah satu jalur untuk meningkatkan kemampuan
aparat desa usaha melayani kepentingan masyarakat. Pentingnva program
pendidikan dan pelatihan adalah bertujuan:
- Untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelolah kegiatan-kegiatan sesuai dengan profesinya.
- Untuk meningkatkan pengetahuan mereka,
Adapun
bentuk-bentuk pendidikan dan pelatihan yang telah diikuti oleh aparat
Desa Watusa dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini :
Tabel 8. Pendidikan dan pelatihan yang diikuti oleh aparat Desa Watusa Lahan 2007
Sumber : Kantor Dalam, tahun 2007
2) Pemberian Motivasi Kerja
Bentuk
motivasi kerja yang di berikan oleh kepala desa adalah memberikan
dorongan dan menyerahkan sepenuhnya tugas-tugas kepada bawahannya untuk
dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
3) Pengembangan Karir Di Tempat Kerja
Dalam
rangka untuk lebih meningkatkan kualitas sumberdaya aparat Desa Watusa,
maka semua aparat yang telah mengikuti program pendidikan dan pelatihan
diberikan kesempatan untuk mengembangkan karirnya di tempat kerjanya
yang sebagai salah satu upaya pemberdayaan aparat. Pengembangan karir
berarti bahwa seorang pegawai ingin terus berkarya dalam organisasi
tampatnya bekerja untuk jangka waktu yang lama. Demikian Hal tugas
lainnya seperiti juru tulis, sekretaris kantor, kepala bagian tata usaha
dan sebagainya.
Tujuan
pengembangan karir tersebut diatas diharapkan pada bawahan nantinya
mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam organisasi
dengan berdasarkan pada pendidikan dan pelatihan yang mereka dapackan
dalam pengembangan karirnya.
E. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG
Menyimak
uraian sebelumnya, terutama uraian tentang kondisi riil pelaksanaan
tugas perangkat Kelurahan Abuki di bidang penyelenggaraan tugas-tugas
administrasi Pemerintah Desa. Keadaan tersebut tentunya disebabkan
adanya pengaruh negatif dari beberapa faktor,
1. Faktor Pendukung
Adapun
faktor-faktor yang mendukung pemerintahan dalam dalam pelaksanaan tugas
pencatatan atau regsiter, Pembuatan Data Monografi dan Pendokumentasian
atas pengarsipan.
a. Perangkat Lunak
Perangkat
lunak yang dimaksudkan disini adalah aturan dan atau petunjuk pengisian
buku-buku register. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pertunjuk
yang dimaksudkan termasuk format-format register serta contoh format
monografi dan teknik pengarsipan tersedia di kantor kelurahan.
b. Perangkat Keras
Perangkat
keras yang dimaksudkan disini adalah sarana kantor. Dari hasil
pengamatan penulis, sarana kantor ini cukup memadai untuk pelaksanaan
kegiatan pemerintahan di tingkat kelurahan termasuk peralatannya seperti
mesin ketik, meja, kursi kerjo dan lain-lain.
2. Faktor Penghambat
a. Kemampuan untuk mengukur/mengetahui Keterampuan Setiap Aparat
Faktor
kemampuan dan atau keterampilan setiap aparat pada bidang tugas yang
menjadi tugas dan tanggung jawabnya merupakan salah satu faktor penentu
efektif tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Namun
kenyataan menunjukkan bahwa faktor ini kurang dimiliki oleh setiap
aparat/perangkat Desa Watusa, meskipun tingkat pendidikan formal setiap
aparat dinilai cukup memadai, dimana dari jumlah 7 orang aparat yang
terdiri dari : Kepala Desa, Sekretaris Desa, lima orang kepala Urusan,
dan 5 orang Kepala data/informasi yang disajikan dalam daftar register
dan monografi yang ada, juga terkait dengan kurang mampunya para
kepala-kepala lingkungan dalam menyampaikan berbagai laporan atau data
yang dibutuhkan oleh bagian sekretariat untuk kebutuhan pencatatan
register dan pembuatan monografi dalam.
Keadaan
tersebut dipertegas dari hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa
Watusa, Andi. Muin (Maret 2007). Yang pada intinya menyatakan bahwa
"aparat sekretariat yaitu sekretaris dan kepala-Kepala urusan, termasuk
kepala-kepala lingkungan cenderung kurang komitmen dan dedik.asi untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, karena disebabkan oleh masih
rendahnya kemampuan/keterampilan mereka, terutarna dalam hal pelaporan
dan pencatatan berbagai aktifitas atau peristiwa yang teradi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan".
b. Disiplin Aparat
Faktor
disiplin yang dimaksud dalam uraian ini adalah disiplin ditinjau dari
aspek ketepatan dan kepatuhan setiap aparat terhadap waktu yang telah
ditentukan pada setiap hari kerja. Dari uraian sebelumnya menunjukkan
bahwa umumnya aparat pemerintah Desa Watusa kurang efektif dalam
melaksanakan tugas dan tanggung Jawabnya.
Dengan
kata lain, bahwa salah satu faktor yang berpengaruh negatif dan dapat
menghambat kemampuan terhadap pelaksanaan tugas perangkat desa sehingga
menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan tugas pemerintah desa dan
perangkatnya. Hal lain yang juga menjadi penyebab adalah masih rendahnya
kehadiran setiap aparat desa mewujudkan kedisiplinan, terutama disiplin
dalam hal ketepatan dan kepatuhan terhadap waktu/jam kerja pada setiap
hari kerja.
Untuk
lebih jelasnya data tentang kehadiran aparat Desa Watusa pada setiap
hari kerja dalam kurun waktu tiga bulan terakhir (Januari, 2007,
Februari, 2007 dan Maret 2007) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Somber : Kantor Desa Watusa Tehun 2007 (diolah)
Berdasarkan
tabel di atas menunjukkan bahwa frekuensi kehadiran aparat setiap hari
kerja dapat dinilai sangat minim, karena itu sangat wajar jika
pelaksanaan tugas khususnya pencatatan register tidak terlaksana dengan
baik khususnya bagi aparat yang berfungsi sebagai aparat sekretariat,
sedangkan untuk enam orang aparat lainnya (Kepala-kepala lingkungan)
dimana kehadiran kerja mereka pada setiap hari kerja di kantor desa
sangat minim, Hal ini disebabkan karena dalam melaksanakan tugas tidak
diharuskan untuk selalu hadir di kantor desa kecuali jika diundang atau
dipanggil oleh pimpinan.
Lebih
jauh dapat dijelaskan tentang frekuensi kehadiran aparat desa mengikuti
setiap pertemuan atau rapat yang dilakukan di dalam, informasi yang
diperoleh menunjukkan bahwa dari 4 kali pertemuan selama periode dari
bulan Januari hingga bulan Maret 2007 ternyata tidak semua aparat
menghadirinya meskipun secara formal mereka diundang (wawancara dengan
Kepala Desa, Bulan April 2007).
c. Dukungan Pemerintah
Oleh
karena aparat pemerintah desa, terutama kepala desa dan perangkatnya
adalah pegawai negeri sipil, maka efektifitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab mereka sangat ditentukan oleh adanya dukungan pemerintah,
baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa terutama Kepala desa.
Dukungan
yang dimaksudkan di sini adalah upaya dari pemerintah untuk memberikan
bantuan kepada setiap aparat desa terutama perangkat desa dan
kepala-kepala lingkungan, berupa bimbingan teknis administrasi,
keterampilan, pengawasan dan pengendalian. Namun dari hasil analisis
penulis menunjukkan bahwa dukungan pemerintah tersebut tidak
terwujud. Hal ini terbukti dari pelaksanaan tugas setiap aparat tidak
terealisasi dengan baik, hal ini berarti bahwa karena disebabkan oleh
keterampilan administrasi yang tertulis karena penempatan staf desa
tidak sesuai dengan spesifikasi jurusan dari staf desa. Sementara itu,
berkualitas tidaknya aparat yang ditugaskan pada suatu unit
pemerintahan, terlebih lagi bagi PNS adalah juga merupakan tanggung
jawab pemerintah. Selain itu, kepatuhan setiap aparat desa melaksanakan
tugasnya, juga ditentukan oleh atasan/pimpinan dalam melakukan
pengawasan dan pengendalian.
Data
sebelumnya menunjukkan bahwa aparat/perangkat Desa Watusa tidak
disiplin dalam mematuhi waktu jam kerja yang telah ditetapkan, termasuk
masih rendahnya dedikasi dan komitmen kerja. Hal ini berlangsung antara
lain disebabkan oleh masih rendahnya dukungan pemerintah terutama Kepala
desa selaku pimpinan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian
terhadap bawahannya.
d. Kondisi Kerja
Kondisi
kerja yang dimaksudkan dalam uraian ini adalah suasana kerja yang dapat
mendorong seorang pegawai/aparat untuk mengaktualisasikan potensinya
dan menampilkan pekerjaannya secara baik. Agar kondisi tersebut dapat
terwujud, maka suasana kooperatif dan kolaboratif, Fasilitas kerja yang
memadai, kejelasan tugas dan tanggung jawab setiap aparat, harus
diciptakan.
Namun
dari hasil analisis penulis terhadap uraian sebelumnya, diperoleh
gambaran bahwa kondisi kerja seperti tersebut tidak termasuk. Tidak
disiplinnya aparat desa mematuhi waktu-waktu kerja, tidak terampilnya
dan minimnya dedikasi dan komitmen terhadap tugas, merupakan refleksi
dari suasana kerja yang tidak kooperatif, kolaboratif, kurangnya
kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing perangkat/aparat, dan
karena minimnya fasilitas kerja.
Hal
yang disebutkan terakhir, diperkuat dari hasil wawancara penulis dengan
perangkat desa (Sekretaris dan Kepala-kepala Urusan) yang pada intinya
menyatakan bahwa "dalam melaksanakan tugas mereka, fasilitas yang
tersedia kurang mendukung atau memadai" (April 2007). Lebih jauh
dijelaskan bahwa fasilitas yang kurang memadai tersebut, antara lain :
pera;aran kantor seperti meja dan kursi kerja, ruang kerja, lemari
tempat penyimpanan arsip, mesin ketik, kertas dan lain sebagainya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian sebelumnya terutama uraian Pada bab hasil penelitian dan
pembahasan, dikaitkan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka
dapat ditarik beberapa Kesimpulan pokok sebagai berikut :
1.
Upaya peningkatan kemampuan aparat Desa Watusa dalam pelaksanaan tugas
administrasi pemerintahan, khususrnya administrasi pemerintahan desa
yang meliputi antara lain :
a. Pembinaan disiplin Pegawai
b. Pendidikan dan pelatihan
c. Motivasi kerja
d. Pengembangan karir
2.
Upaya peningkatan kemampuan aparat Desa Watusa dikarenakan kondisi
pelaksanaan tugas pemerintahan desa disebabkan oleh beberapa faktor yang
melingkupi Aparat desa. Faktor-faktor yang dimaksud adalah minimnya
keterampilan/kemampuan setiap Aparat desa sehubungan dengan tugas-tugas
tersebut, masih rendahnya disiplin kerja ditinjau dari aspek waktu,
minimnya pemberian bimbingan terhadap aparat, pengawasan dan,
pengendalian yang tidak efektif, serta kondisi kerja yang kurang
mendukung.
B. Saran
Untuk
lebih meningkatkan kemampuan penyelenggaraan administrasi pemerintahan
di Desa Watusa, khususnya tugas-tugas administrasi desa, ada beberapa
saran pokok yang dapat dijadikan pertimbangan adalah sebagai berikut :
1. Hendaknya
pemerintah kabupaten, melakukan kegiatan/pelatihan keterampilan bagi
Aparat pemerintah desa, dengan maksud agar supaya dari hasil pelatihan
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan/keterampilan mereka
dalam berbagai aspek yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
2. Sebagai
aparat (pegawai negeri) yang telah mengangkat sumpah dan janji,
hendaknya dapat meningkatkan aktualisasinya sebagai seorang pelayan
publik (public service) dalam hal kedisiplinan dari segi waktu kerja
yang telah ditetapkan oleh pemerintah kabupaten.
3. Hendaknya
pemerintah lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas dukungan terhadap
penyelenggaraan pemerintah ditingkat desa, baik dukungan berupa
bimbingan teknis administrasi maupun pengawasan dan pengendalian.
4. Hendaknya
di antara para Aparat desa dapat menciptakan suasana yang penting serta
memperbaiki kondisi kerja yang dapat mendukung pelaksanaan tugas-tugas
sehari-hari, oleh karena itu setiap aparat perlu meningkatkan dedikasi
dan komitmennya sebagai abdi masyarakat, abdi negara dan abdi bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dharma Bhakti. Jakarta
Anonim, Instruksi Mendagri Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemerintahan Daerah, Setneg, Jakarta
Anonim, Peraturan Daerah (Perda) Nomor 279 Tahun 2003 tentang Tugas dan Fungsi Kantor Kelurahan Kabupaten Konawe.
Amirin, Tatang M. 1990. Menyusun Rencana Penelitian, Rajawali Press Jakarta
Beratha, I Nyoman. 1992. Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan. Ghalia Indonesia. Jakarta
Kartono, Kartini. 1993. Pemerintahan dan Kepemimpinan. Rajawali Press. Jakarta
Rasyid, M. 1992. Pembangunan Kualitas dan Usaha-Usaha Peningkatan Aparatur Pemerintah. Universitas Tadulako Palu
Sawe, Jamaluddin. 1996. Konsep Dasar Pembangunan Pedesaan. APDN Press. Bandung
Saparin, Sumber. 1996. Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa. Ghalia Indonesia. Jakarta
Siagian, SP. 1991. Administrasi Pembangunan. Haji Masagung. Jakarta
Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. 1984. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta
Syarif, Roesli. 1991. Teknik Manajemen Latihan dan Pembinaan. Bina Aksara. Bandung
Tjiptoherianto, Prijono. 1993. Pembangunan Sumber Daya Manusia. Prisma. Jakarta
Widjaya, AW. 1992. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa. Rajawali Press. Jakarta
0 comments:
Post a Comment